Author: LEAP OKP

Program LEAP OKP Memperoleh Apreasiasi Duta Besar Indonesia untuk Kerajaan Belanda

Pada hari Rabu, 29 Maret, Yang Mulia, Bapak  Mayerfas, Duta Besar Republik Indonesia untuk Kerajaan Belanda, mengunjungi Universitas Maastricht, didampingi oleh atase pendidikan dan kebudayaan KBRI, Bapak Dr. Agus Setiabudi. Dalam pertemuan dengan Presiden Universitas Maastricht, Prof. Rianne Letschert, staf Universitas Maastricht yang terlibat dalam proyek kolaboratif di atau dengan Indonesia, serta sejumlah mahasiswa dan kandidat PhD Indonesia di Universitas Maastricht, para diplomat diberikan penjelasan tentang proyek-proyek masa lalu dan saat ini dari Universitas Maastricht di Indonesia serta membahas prospek kerja sama di masa depan.

Di awal pertemuan, Bapak Duta Besar menjelaskan bahwa visi pemerintah Indonesia untuk kerja sama masa depan antara institusi pendidikan tinggi Belanda dan Indonesia melibatkan fokus yang lebih kuat pada kegiatan kolaboratif yang melibatkan institusi di luar Jawa. Sementara sebagian besar proyek yang ada sejauh ini melibatkan universitas-universitas terkemuka di Jawa, Duta Besar menekankan pentingnya membawa institusi di luar Jawa ke depan kerja sama dengan mitra-mitra baru dan yang sudah ada di Belanda.

Dalam pertemuan tersebut, Dr. Sascha Hardt memiliki kesempatan untuk mempresentasikan proyek LEAP OKP  kepada Duta Besar yang merupakan proyek kolaborasi bidang hukum antara  Faculty of Law Maastricht dan Fakultas Hukum Universitas Airlangga beserta 5 partner Fakultas Hukum lainnya.  Bagi Maastricht ini merupakan salah satu dari kolobaorasi dengan Indonesia, disamping dalam bidang psikologi, kedokteran, dan kesehatan masyarakat. Dalam presentasinya, Dr. Sascha menekankan pentingnya Jaringan Pendidikan Hukum Indonesia (JAPHI), yang didirikan sebagai salah satu output yang langgeng dari proyek LEAP. Jaringan tersebut mengumpulkan para pemangku kepentingan dalam pendidikan hukum modern dari seluruh Indonesia dan memfasilitasi adopsi pendekatan-pendekatan baru dalam pengajaran dan pembelajaran, seperti pembelajaran berbasis masalah dan proyek. Sebagai salah satu dari hanya sedikit proyek kolaboratif yang ada, LEAP secara aktif melibatkan lima institusi di luar Jawa, yakni Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Universitas Nusa Cendana, Universitas Haluoleo, Universitas Borneo Tarakan dan Universitas Trunojoyo Madura. Semua universitas tersebut merupakan pihak dalam MoU dengan UNAIR dan Universitas Maastricht dengan tujuan kerja sama di masa depan. Duta Besar Indonesia mengapresiasi program LEAP ini sebagai konteks kolaborasi yang memberdayakan, khususnya pada institusi pendidikan tinggi di luar Jawa. Dalam hal ini, LEAP dan JAPHI sepenuhnya sejalan dengan visi pemerintah Indonesia, untuk memajukan pemerataan pendidikan.

Pada akhir acara di Universitas Maastricht ini, Dr. Sascha juga mempersembahkan Bapak Duta Besar buku “Legal Education in the 21st Century – Indonesian and International Perspectives”, yang disunting oleh tim manajemen proyek LEAP.

Metode PBL Bantu Mahasiswa Lebih Kritis Pecahkan Masalah

Tarakan – Guna meningkatkan mutu pendidikan, Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan (UBT) dan Fakultas Hukum Universitas Airlangga telah menjalin kerjasama tentang pendidikan hukum dengan Maastricht University Belanda.

Sumber : Radar Tarakan

Public Lecture Series on Problem Based Learning Method

Seiring perkembangan dan kebutuhan Pendidikan hukum, Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan mengelaborasi pembelajaran menggunakan metode Problem Based Learning atau dikenal dengan singkatan PBL. Penggunaan metode PBL ini sebagai wujud peran aktif mahasiswa dalam menelaah dan mendalami materi yang disampaikan oleh dosen berbasis kasus.

Dalam rangka mewujudkan penggunaan PBL di Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan, maka serangkaian kegiatan dilakukan, di antaranya adalah Kuliah Umum, Pelatihan Penggunaan PBL bagi dosen, dan praktik (tutorial) pengajaran dengan PBL. Kegiatan berlangsung selama 2 (dua) hari, yakni Rabu dan Kamis 19-20 Oktober 2021 dengan pemateri Dr. Sascha Hardt, LL.M dari Maastricht University, Belanda dan Dr. Radian Salman, LL.M. dari Universitas Airlangga, Surabaya. Serangkaian kegiatan tersebut diharapkan baik dosen maupun mahasiswa memahami arti pentingnya penggunaan Metode PBL dalam pembelajaran. Tidak hanya sebatas itu, namun untuk menunjang dosen dalam menyiapkan dan menyusun Modul berbasis PBL sehingga memudahkan dalam penerapan PBL dalam pembelajaran.

Sumber :http://fh.ubt.ac.id/berita/detail/public-lecture-series-on-problem-based-learning-method

Kuliah Umum tentang Konsep dan Konteks Konstitusi

Melalui program LEAP (Legal, Eduaction, Ethnic, and Profesionalism) Fakultas Hukum UBT bekerja sama dengan beberapa universitas di Inonesia menyelenggarakan kuliah tamu bersama Maastricht University oleh Dr. Sascha Hardt, LL.M. dengan tema kegiatan “Public Lecture Series on Problem-Based Learning Method” dengan judul materi perkuliahan “Contitution making: concepts, contexts, and complexities”.

Kuliah umum dilaksanakan ada hari Rabu, tanggal 19 Oktober 2022 pukul 14.00 WITA sampai selesai. Perkuliahan dimulai dengan pidato sambutan oleh Dekan Fakultas Hukum UBT, Prof. Dr. Yahya Ahmad Zein. Lalu dilanjutkan dengan kuliah tamu oleh Dr. Sascha secara bahasa Inggris penuh dan dibantu oleh Dr. Radian Salman, dosen Fakultas Hukum Univ. Airlangga sebagai penerjemah. Materi dibawakan secara cemarah dan sesekali tanya jawab dengan mahasiswa yang menghadiri perkuliahan yang berjumlah sekitar 80 orang.

Dr. Sascha selalu dosen utama dalam kuliah tamu mengawali perkuliahan untuk mendorong minat dan perhatian mahasiswa dengan menanyakan pengertian konstitusi secara dasar kepada seluruh mahasiswa hadir dalam perkuliahan. Setelah 2-4 mahasiswa memberikan tanggapan terkait dengan konstitusi, Dr. Sascha lalu menjelaskan pengertian dasar konstitusi yaitu merupakan dasar dari sebuah negara yang berbentuk tertulis dan juga berbentuk tidak tertulis. Sehingga pada dasarnya konstitusi adalah aturan yang mengatur segala sesuatu dalam suatu negara.

Konstitusi bersumber dari berbagai hal. Bersumber dari sejarah suatu negara sehingga konstitusi lahir dari proses berkembangnya negara tersebut. Sumber berikutnya adalah letak geografis dan kehidupan sosial suatu negara. Hal ini lahir dari keadaan plural sustu negara, luas suatu negara, dan sumber daya manusia yang tersedia. Terakhir adalah faktor sosial/budaya yang dijabarkan yaitu tradisi politik (keadaan politik). Konstitusi tak pernah keluar dari konteks yang telah diatur dalam sebuah negara. Sehingga konstitusi harus dibuat berdasarkan konstitusionalisme. Sesi terakhir kuliah umum diadakan sesi tanya jawab antara pemateri, Dr. Sascha dengan beberapa mahasiswa dan dosen.

Sumber : http://fh.ubt.ac.id/berita/detail/kuliah-umum-tentang-konsep-dan-konteks-konstitusi

Komitmen Bersama Kolaborasi Fakultas Hukum UNAIR, Maastricht University dan 5 Fakultas Hukum

Bertempat di Bali, Sabtu, 18 Juni 2022, Program Legal Education, Ethics and Professionalism – Orange Knowledge Program melaksanakan pertemuan evaluasi. Mengambil tajuk “Meeting Program for Evaluation and Strategic Planning”, kegiatan ini bertujuan untuk mendengarkan hasil yang telah dicapai serta evaluasi dari pihak-pihak yang terlibat dalam program ini. Kegiatan ini dilaksanakan secara langsung dan dihadiri oleh Tim Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Faculty of Law Maastricht University dan partner program dari 5 Universitas lain.  

Acara di awali opening speech dari Dekan Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Iman Prihandono, Ph.D. menyatakan bahwa proyek yang dibiayai oleh NUFFIC ini telah memberikan manfaat yang begitu besar bagi berbagai pengembangan Fakultas Hukum, khususnya pada aspek pembelajaran dengan terutama berkaitan dengan metode pembelajaran problem-based learning (PBL). Program ini memang diwarnai tantangan karena pandemik, namun program ini dapat memanfaatkan situasi pandemik sehingga program tetap berlangsung. Dekan selanjutnya mengatakan bahwa kita telah lama bersama dalam program ini, telah seperti keluarga dan program ini perlu dilanjutkan meskipun project akan berakhir tahun ini.

Dr. Sascha Hardt dari Maastricht University menyampaikan program ini didesain agar pendidikan tinggi hukum berperan dalam mewujudkan rule of law, melalui lulusan yang dihasilkan. Dr. Hardt menekankan bahwa ia gembira dengan realisasi program dan melanjutkan hingga akhir tahun ini. Kedepannya, program konferensi pendidikan hukum, kunjungan dan pelatihan di FH masing-masing, training pembelajaran bagi dosen di Maastricht and juga Workshop di Maastrict untuk manajemen Fakultas Hukum.

Pimpinan Fakultas Hukum yang lain, yaitu Dekan FH Universitas Borneo Tarakan, Dr, Yahya A Zein, Dekan FH Universitas Mulawarman Dr. Mahendra Putra, Wakil Dekan FH Universitas Trunojoyo Madura, Dr. Emma Rusdikara, Wakil Dekan FH Universitas Nusa Cendana  Dr. Jeffry Likadja dan Wakil dari FH Universitas Haluoleo Dr. Safril menyampaikan harapan untuk melanjutkan sinergi dalam program ini, meskipun project akan berakhir pada 2022 ini. Kegiatan ini akan berlangsung 3 hari untuk evaluasi dan perencanana program lanjutan.

Sumber: https://fh.unair.ac.id/komitmen-bersama-kolaborasi-fakultas-hukum-unair-maastricht-university-dan-5-fakultas-hukum/

Legal Education in the 21st Century

Although we often think of law and the legal system as abstract things, they are not: law is people’s work, made concrete and filled with life by those who draft, interpret, apply, and enforce it, and also by those who reflect on it and teach it.

Therefore, how well Indonesia’s legal system works, whether it succeeds in fully implementing the rule of law, and whether it brings justice to Indonesia’s diverse people depends on its jurists, and thereby ultimately on the quality of its legal education. Therefore, it is important to ask how legal education can be further improved.

How to better prepare law graduates for the labour markets of the future? How to enhance their legal and professional skill set? How to instill a sense of professional ethics in them? How to align legal curricula and teaching methods to the challenges of the 21st century?

This book offers reflections and concrete recommendations on many facets of legal education, both in general and in the specific context of Indonesia. It draws on the combined experience of Indonesian and international experts, including scholars and practitioners, but also administrators, coordinators, and planners. Designed to be both a source of inspiration and a resource for practical guidance, this volume is dedicated to all stakeholders in legal education in Indonesia. Legal Education in the 21st Century – Indonesian and International Perspectives is a product of LEAP, a project under the Orange Knowledge Programme. The Orange Knowledge Programme is funded by the Dutch Ministry of Foreign Affairs, and managed by Nuffic. (Source: https://www.managementboek.nl/e-book/9789051895919/legal-education-in-the-21st-century-aalt-willem-heringa

Wakil Ketua MA: Anotasi Putusan Sebagai Sarana Pengayaan Keterampilan Sarjana Hukum

UNAIR NEWS – Ilmu hukum merupakan ilmu terapan yang menuntut para sarjana hukum tak hanya menguasai hukum secara teoritis, namun juga terampil dalam menghadapi kasus konkret nantinya.

Minimnya pengalaman menangani kasus hukum, membuat kebanyakan lulusan sarjana hukum saat ini kurang terampil dalam menghadapi perkara hukum secara riil. Hal itu dijelaskan oleh Dr. H. Sunarto, S.H., M.H yang merupakan Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA) bidang Yudisial dalam seminar pendidikan hukum LEAP-OKP FH UNAIR Selasa (18/01) lalu. Dr. Sunarto hadir untuk mengisi topik “case law in Indonesian legal education”

Dr. Sunarto mengungkapkan, saat melakukan rekrutmen, MA harus mengadakan serangkaian proses pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan para perangkat MA. Ia berpesan, sarjana hukum harus selalu mencari pengalaman guna meningkatkan keterampilan mereka di bidang hukum.

“Oleh karena itu, sarjana hukum harus kaya akan pengalaman sehingga mampu mengaplikasikan teori yang dipelajari dalam perkuliahan untuk menghadapi kasus riil sebagai penegak hukum dan keadilan nantinya,” tuturnya.

Dr. Sunarto menjelaskan, salah satu cara untuk meningkatkan keterampilan para akademisi hukum adalah melakukan anotasi terhadap putusan pengadilan. Ia menambahkan, anotasi putusan merupakan catatan yang bertujuan untuk menerangkan, mengomentari ataupun mengkritik sebuah putusan hukum.

“Melalui anotasi putusan ini para sarjana hukum bisa belajar bagaimana membaca dan menganalisa putusan MA, mulai dari rumusan kamar hingga sumber hukum yang digunakan baik formil maupun materiil,” jelasnya.

Lebih lanjut, Dr. Sunarto mengungkapkan terdapat hal yang perlu digaris bawahi dalam melakukan anotasi putusan. Yakni anotasi terhadap putusan pengadilan itu diperbolehkan manakala putusan itu sudah berkekuatan hukum tetap (BHT) yang telah melalui serangkaian proses hukum formil dan materiil. Hal itu dilakukan untuk mencegah terjadinya antinomi hukum.

“Selain itu putusan harus dikaji dengan metode hukum formil untuk melakukan pembuktian dan hukum materi yang digunakan dalam metode penemuan hukum,” tandasnya.

Melanjutkan pemaparannya Dr. Sunarto mengungkapkan, saat ini MA sudah menyediakan kumpulan putusan pengadilan yang bisa diakses oleh siapapun di laman direktori putusan MA. Disana juga disediakan informasi berkenaan dengan rumusan kamar, yurisprudensi, landmark decision dan peraturan perundang-undangan suatu perkara.

“Mahasiswa bisa menggunakan itu sebagai bahan analisis dan kajian untuk melakukan anotasi putusan hukum,” imbuhnya.

Tak hanya itu, lanjutnya, guna mendorong para mahasiswa untuk menganalisis putusan, MA menggelar lomba pencarian dan analisis putusan yang bisa diikuti oleh seluruh mahasiswa fakultas hukum.

Pada akhir, Dr. Sunarto mengharapkan, kedepan pendidikan tinggi hukum tidak hanya menyediakan pembelajaran hukum secara teoritis saja. Namun juga mampu memberikan pengalaman bagi mahasiswa untuk menghadapi suatu perkara melalui metode belajar yang digunakan. 

“Sehingga pendidikan hukum Indonesia mampu mencetak calon aparatur yang akan mengisi jabatan strategis di peradilan maupun MA yang tak hanya berkualitas namun juga berintegritas,” pungkasnya. (*)

Sumber: https://news.unair.ac.id/2022/01/19/wakil-ketua-ma-anotasi-putusan-sebagai-sarana-pengayaan-keterampilan-sarjana-hukum/?lang=id

FH UNAIR Ajak Pendidikan Tinggi Lakukan Refleksi Terhadap Pendidikan Hukum

Fakultas Hukum (FH) UNAIR Selasa (18/01) lalu menggelar Seminar Pendidikan Hukum dan Peluncuran Jejaring Pendidikan Hukum dalam program “Orange Knowledge Program (OKP)” dalam rangka pelaksanaan Legal Education, Ethics and Professionalism (LEAP) secara virtual.

OKP sendiri merupakan program yang sudah dilaksanakan sejak tahun 2019 yang merupakan kolaborasi antara FH UNAIR dengan Faculty of Law Maastricht University. Bersama lima Fakultas Hukum Universitas Mulawarman; Universitas Haluoleo; Universitas Trunojoyo Madura; Universitas Nusa Cendana dan Universitas Borneo Tarakan, program tersebut diharapkan menjadi salah satu usaha guna menjawab tantangan pendidikan hukum dalam aspek skills, etik dan integritas.

Dr. Radian Salman selaku Director program OKP menjelaskan, LEAP-OKP ini merupakan upaya untuk melakukan refleksi terhadap pendidikan hukum di Indonesia. Pendidikan tinggi hukum Indonesia harus mampu mencetak lulusan yang tak hanya terampil baik dari sisi teoritis maupun implementasi. Namun juga memiliki etik dan integritas yang tinggi sebagai calon penegak hukum masa depan.

“Oleh karena itu, pada seminar ini kita membahas 4 topik utama yang meliputi infrastruktur, kurikulum dan metode pembelajaran, konten pembelajaran serta platform hukum yang bisa diakses luas sebagai bentuk edukasi kepada masyarakat guna menyukseskan pendidikan hukum sehingga mampu mencetak calon yuridis yang cerdas dan berintegritas,” ungkapnya.

Sementara itu, Dekan FH UNAIR Iman Prihandono, S.H., M.H., LL.M., Ph.D dalam sambutannya menjelaskan, adanya pandemi Covid-19 dan revolusi digital diperlukan transformasi pendidikan tinggi hukum. Meski dilaksanakan secara virtual, kurikulum, metode dan konten pembelajaran tetap harus mampu menjaga kualitas lulusan.

Ia juga mengingatkan, akan pentingnya kolaborasi inovatif antara Fakultas Hukum supaya kualitas pendidikan hukum bisa merata. Ia mengungkapkan, pemerataan kualitas Pendidikan hukum akan berdampak secara langsung terhadap penegakan hukum sebuah negara. Dirinya mengasosiasikan pemerataan hukum sebagai “simple and but brutal truth” pada kasus vaksinasi pandemi Covid-19.

“Tidak meratanya vaksinasi dapat memunculkan varian baru yang sulit ditangani, begitu pula pendidikan hukum yang tidak merata akan memunculkan calon yuridis masa depan yang tidak kompeten dan tidak berintegritas dan akan berpengaruh terhadap buruknya penegakan hukum Indonesia,” ujarnya.

Acara tersebut juga dihadiri oleh Prof. Dr. Bambang Sektiari Lukiswanto, DEA., drh. (Wakil Rektor Bidang Akademik, Kemahasiswaan dan Alumni UNAIR) yang mewakili Rektor UNAIR karena berhalangan hadir.

Dalam sambutannya ia mengungkapkan adanya perkembangan zaman, tantangan pendidikan hukum semakin berat dan kompleks. Hukum harus mampu menjawab permasalahan masyarakat seperti memfasilitasi penegakan hukum dan ekonomi berkeadilan serta menumpas korupsi dengan berbagai macam bentuk.

“Oleh karena itu, sudah sebuah keniscayaan FH sebagai institusi pencetak calon penegak hukum harus selalu melakukan evaluasi dan meninjau proses pendidikan, kurikulum dan implementasinya sehingga mampu menghasilkan lulusan yang relevan,” ujarnya.

Seminar tersebut menghadirkan beberapa narasumber diantaranya; Prof. Dr. Saldi Isra, S.H., MPA. (YM Hakim MK RI), Laode Syarif Ph.D (Komisioner KPK 2015-2019, PGR Indonesia), Prof. Dr. M. Guntur Hamzah, S.H.M.H. (Sekretaris Jenderal MK RI) dan Dr. Sunarto S.H., M.H. (YM Hakim Agung, Wakil Ketua MA RI Bidang Non Yudisial). Selain itu acara tersebut juga menghadirkan para pakar hukum yang tersebar dari beberapa universitas di Indonesia.

Sumber: https://www.unair.ac.id/2022/01/19/fh-unair-ajak-pendidikan-tinggi-lakukan-refleksi-terhadap-pendidikan-hukum/

© . Hak Cipta Jaringan Pendidikan Hukum Indonesia.
Back To Top