Hakim Konstitusi Saldi Bicara Masa Depan Pendidikan Hukum Indonesia
Terdapat disparitas antara kurikulum pendidikan hukum dengan kebutuhan hukum yang ada di tengah masyarakat. Untuk itu, perlu dilakukan penyesuaian, baik dari kurikulum maupun praktik berhukum oleh para lulusan hukum. Sehingga hasil pendidikan tinggi hukum dapat menjadi bagian terdepan dalam mempertahankan negara hukum yang sesuai dengan perkembangan hukum di masyarakat.
Hal ini disampaikan Hakim Konstitusi Saldi Isra dalam Seminar Pendidikan Hukum dan Launching Hasil Program LEAP OKP yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Airlangga (FH Unair) bekerja sama dengan Faculty of Law Maastricht University, pada Selasa (18/1/2022) secara daring dan luring dari Aula Pancasila FH Unair. Dalam kegiatan dengan tema “Membumikan Negara Hukum dalam Pendidikan Hukum” ini, Saldi berbicara sebagai narasumber pada Sesi 1 dengan topik “Legal Education for the Rule of Law”.
Menurut Saldi, masalah serius dalam pendidikan hukum Indonesia terlihat dari tidak adanya ketersambungan antara teori yang dipelajari di perguruan tinggi dengan kebutuhan hukum itu sendiri di masyarakat. Hal ini menurut Saldi terjadi karena materi yang dipelajari di pendidikan tinggi memiliki jarak dengan kebutuhan hukum di masyarakat. Apalagi kebutuhan hukum itu bergerak cepat, sedangkan kurikulum yang ada bergerak lambat. Akibatnya hasil dari pendidikan tinggi hukum membutuhkan proses yang lama untuk menjawab persoalan-persoalan hukum di lapangan.
“Seolah-olah dari dulu hingga sekarang mahasiswa diberikan bekal teoretis berupa text book hukum, tetapi tidak ada upaya memaksa mahasiswa untuk mengikuti perkembangan hukum yang terjadi dalam putusan-putusan pengadiilan, baik MA maupun MK. Kurikulum kita sangat mengabaikan kebutuhan untuk mengikuti putusan pengadilan, padahal ini penting untuk mahasiswa karena ketika pengetahuan dasar mahasiswa ditempatkan pada putusan pengadilan maka mereka akan kebingungan. Maka dari sini ada kebutuhan baru bagaimana menyeimbangkan pengetahuan teoretis dengan pengetahuan baru yang didapat dari putussan-putusan pengadilan,” jelas Saldi dalam kegiatan yang juga diagendakan bersamaan dengan Peluncuran Jaringan Pendidikan Hukum Indonesia FH Unair bekerja sama dengan Faculty of Law Maastricht University.
Menyikapi permasalahan pendidikan hukum Indonesia ini, Saldi mengajak para pemangku kepentingan untuk memiliki cara baru dalam melihat kebutuhan hukum dengan menyeimbangkan antara teori yang ada pada buku dengan praktik yang dilaksanakan di lapangan dan putusan pengadilan. Untuk itu, warga fakultas hukum di Indonesia, harus dipaksa untuk mengikuti dan membaca putusan pengadilan utamanya yang sudah terkategori yurisprudensi. Sebab, ini dapat menjadi cara untuk mendesain kurikulum pendidikan hukum di masa mendatang. Dengan demikian, untuk dapat membumikan hukum dalam pendidikan hukum, maka bisa dilakukan dengan menyeimbangkan desain kurikulum antara kebutuhan teoretis dengan yang dipraktikkan di dunia hukum. Sehingga secara tidak langsung hal ini telah pula melingkupi desain pengetahuan praktis yang dibutuhkan dengan perkembangan masyarakat.
Sebagai informasi, kegiatan ini diselenggarakan dengan tujuan sebagai ruang untuk menelaah tantangan kontemporer pendidikan hukum, baik pada aspek kurikulum, metode pembelajaran, dan relevansi pendidikan hukum serta guna melakukan telaah terhadap tantangan kontemporer pendidikan hukum dalam aspek pemerataan kualitas pendidikan hukum di Indonesia. Pada kegiatan ini hadir pula narasumber lainnya, yakni Nurul Barizah selaku dosen pada Fakultas Hukum UNAIR dengan materi berjudul “Perempuan : Peran dan Tantangan Untuk Kontribusi Negara Hukum”
Sumber: https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=17940