Keadilan Jadi Fondasi Bagi Etika Hukum

Fakultas Hukum (FH) Universitas Airlangga (UNAIR) bersama lima Fakultas Hukum di Indonesia menginisiasi online FGD bertajuk “Legal Ethics for Law School Curricullum” pada Jumat (19/06/2020). Topik tersebut dilatarbelakangi oleh fakta kasus-kasus hukum yang melibatkan profesi hukum, seperti advokat, jaksa, dan hakim. Kenyataan faktual tersebut menjadi refleksi bagaimana pendidikan hukum mengajarkan dan melakukan internalisasi etika hukum dalam kurikulum dan pembelajaran.

Diskusi daring yang dibuka oleh Dekan FH Nurul Barizah, Ph.D, itu menghadirkan tiga ahli. Yakni Prof. Muchammad Zaidun, mantan anggota Dewan Etik Mahkamah Konstitusi; Dr. Harjono, Ketua DKPP dan berpengalaman sebagai Hakim MK yang saat ini menjadi Ketua Dewas KPK; dan Prof. Kees Sterk selaku Guru Besar Faculty of Law Maastricht University.

Memulai diskusi, Prof. Zaidun memaparkan bahwa etika dalam fakultas hukum sebagai mata kuliah memang ditekankan pada profesi. Karena itu, lanjut prof. zaidun, secara metodologis pembelajarannya harus pula berbasis pada kasus-kasus etika profesi.

Meskipun fokus pada etika profesi sebagaimana dicerminkan dalam penamaan mata kuliah, yakni Etika Profesi Hukum, Prof. Zaidun setuju bahwa etika dalam hukum tidak hanya soal profesi. “Maka dari itu, perlu menggali pengajaran etika dalam berbagai mata kuliah dengan mengedepankan soal ethical issues dalam isi kuliah,” ungkap akademisi yang juga berkecimpung dalam pengembangan kurikulum FH UNAIR itu.

Sementara itu, Dr. Harjono menyoroti etika itu dalam perspektif pengalamannya selama ini. Pak Har, akrabnya disapa, menuturkan bahwa kita harus realistis bahwa profesi lulusan fakultas hukum sangat beragam tidak seluruhnya pada profesi penegak hukum. Oleh karena itu, menurutnya etika hukum tidak hanya soal profesi.

Secara tegas dia juga mengatakan bahwa pendidikan hukum tidak hanya soal knowledge dan skill. Tetapi bagaimana pendidikan hukum menanamkan pemahaman mendasar mengenai keadilan. “Ini fondasi bagi etika hukum,” kata alumni yang pernah menjadi dosen di FH UNAIR itu.

Pada sisi lain, menurut Prof. Kees Sterk, semua profesi memiliki nilai. Begitu pula profesi hukum yang jelas mempunyai nilai pada masing-masing profesinya, misalnya Hakim.

“Etika harus diajarkan secara praktis. Mahasiswa harus dihadapkan dengan dilema yang nyata dan harus secara aktif berdiskusi untuk mempertajam kepekaan mereka,” katanya.

Pada akhir, Sujayadi S.H., LL.M, selaku dosen FH UNAIR menambahkan bahwa cara pengajaran etika hukum tidak dapat disamakan dengan mata kuliah lain. Menumbuhkan sensitivitas mahasiswa menjadi hal mendasar yang perlu diperhatikan. “Etika hukum dalam pembelajaran juga memerlukan role model dan menstimulasi mahasiswa dengan kasus-kasus yang berpusat pada isu keadilan,” ujarnya.

FGD itu merupakan kolaborasi antara FH UNAIR dan Faculty of Law Maastricht University dalam kerangka Legal Education, Ethics and Professionalisme (LEAP). Yaitu suatu program dalam skema Orange Knowledge Program (OKP) bersama lima Fakultas Hukum Universitas Mulawarman; Universitas Haluoleo; Universitas Trunojoyo Madura; Universitas Nusa Cendana; dan Universitas Borneo Tarakan. 

“Diskusi ini tidak berhenti disini, tetapi menjadi awalan bagi review dan pengembangan kurikulum yang perlu dikomunikasikan dan dikolaborasikan secara luas,” ungkap Koordinator Program LEAP-OKP Dr. Rosa Ristawati. (*)

Penulis: Erika Eight Novanty

© . Hak Cipta Jaringan Pendidikan Hukum Indonesia.
Back To Top